RUMAH
(Jesika Bele)
Mendung mendekap erat rumah itu,
Tak mampu membiarkan terang surya mendekat.
Perlahan kakinya menelusiri setiap sudut rumah gelap itu,
Memandang serpihan kemesraan yang hangus, tanpa sisa.
Dulu mereka berjejer rapi, sangat elok dipandang,
Sang suryapun senang bersenandung dengan mereka.
Rumah bagiku tak hanya bisa diartikan sebagai bangunan.
Rumah yang kumaksud adalah vamsa
Kata mereka, rumah adalah tempat pulang ternyaman
Tapi bagiku mereka salah
Bahkan, kami pun tak saling mengenal asli satu sama lain, walaupun satu atap
Rumah bagiku, diibaratkan sebagai tempat yang dingin, berantakan dan penuh kekerasan
Tak ada lagi tempat pulang yang benar-benar nyaman bagiku didunia ini.
Maaf jika kubilang seperti itu, apa karena banyak pengalaman pahit yang sering kualami sejak kecil?
Di dunia yang luas ini, yang kuinginkan cuman ketenangan dan cinta yang tulus, dari orang yang sudah kuanggap rumah.
Kini, lukanya yang membalut rumah itu,
Melindungi, agar jangan menjadi puing-puing dosa baru.
Berusaha memegang serpihannya agar tak jatuh,
Bahkan serpihan yang melukaiku, tak lagi kurasakan rasa sakitnya.
Tapi dengan rakus, mereka membiarkan serpihan dilahap oleh bibir dosa mereka.