Sinopsis
Hesikius Junedin, OCD, seorang Biarawan Ordo Karmel Tak Berkasut Indonesia (OCD) yang ditahbiskan menjadi Imam pada 4 Agustus 2023, hendak menceritakan pengalaman pribadinya sejak kecil hingga sekarang serta berbagai kenangannya bersama Nde Lusia sang Ibunda tercinta sebagai topik utama dalam buku ini.
Kisah diawali dengan cerita bagaimana penulis dapat dilahirkan ke dunia ini walaupun sempat mendapat penolakan dari orang-orang sekitarnya. saudara-saudaranya bahkan sang ibu saat itu menginginkan kelahiran seorang anak putri sebagai anak bungsu. Kekecewaan memuncak saat kenyataan justru terbalik dengan yang diharapkan. Namun sebagai seorang ibu, Nde Lusia percaya bahwa Tuhan memiliki rencana lain. Hal tersebut dibuktikan dengan bagaimana Nde Lusia bersama naluri keibuannya membesarkan sang penulis tanpa kekurangan sedikit kasih sayang pun.
Hari demi hari, musim demi musim, tahun demi tahun, beliau pun bertumbuh menjadi seorang manusia yang dihadapkan dengan pilihan akan tujuan hidup yang akan dijalaninya. Pergulatan batin yang dalam terhadap dirinya. Nde Lusia, ibunya turut mengalami pergulatan batin karena anaknya ingin menjadi biarawan.
Memilih hidup membiara berarti siap untuk meninggalkan semuanya dan mengikuti Yesus. Hujan dan topan terus menyelingi beliau dalam perjalanan menempuh tujuannya, hingga gemuruh itu tiba pada saat sosok yang sangat beliau cintai kini tidak dapat hadir bersamanya dan menyisakan kenangan berharga yang takkan dilupakan.
Dalam buku ini penulis menyampaikan bahwa peristiwa duka yang ia alami mendatangkan berbagai jawaban atas pertanyaan dalam hidupnya selama ini. Makna-makna yang belum ia ketahui kian terungkap satu persatu. Menjadikan ia mampu untuk membuktikan bahwa jalan yang ia pilih dapat ditempuhnya hingga akhir, bersama doa sang Ibunda tercinta, Nde Lusia.
Kelebihan
Kelebihan dari buku ini adalah bagaimana penulis menyajikan perjalanan hidupnya hingga menjadi seorang Biarawan OCD dengan menulis kisah-kisah nyata yang telah dikemas dengan sangat baik, rapi dan teratur sehingga saya tidak merasa jenuh dalam membaca. Setiap lembaran berhasil membuat saya terlarut dalam peristiwa-peristiwa hidupnya yang bahkan tidak pernah saya alami hingga meneteskan air mata.
Penulis juga menyuguhkan sosok ibu sebagai topik emas dalam buku ini. Setiap bab dalam buku ini juga penulis suguhi dengan kutipan-kutipan kalimat dari ayat alkitab, tokoh-tokoh gereja, maupun tokoh-tokoh dunia. Pada setiap akhir bab penulis merefleksikan bab tersebut. Suguhan kalimat-kalimatnya pun menyiratkan makna yang seakan ia ingin kita pahami dan maknai dengan baik.
Bahasa yang digunakan juga sederhana sehingga pembaca akan lebih mudah meresapi dan mendalami setiap pesan yang ada pada masing-masing kalimat. Buku ini juga diawali dengan potret Nde Lusia, Sang Ibu tercinta yang menambah kesan hangat dan cinta yang tulus dari seorang anak kepada ibunya yang dituangkan melalui karya tulis ini.
Kekurangan
Kekurangan yang saya temui dari buku ini ialah tidak adanya nomor ISBN. Hal ini mungkin wajar karena buku yang beliau tulis dicetak sebagai kenangan tahbisan imamat dan misa perdananya yang mungkin dikhususkan hanya sebagai bentuk autobiografi dari perjalanan hidupnya bersama Nde Lusia serta bentuk pengungkapkan ketulusan cintanya kepada Ibunda terkasih. Padahal secara pribadi saya sangat ingin buku ini dipublikasikan dengan seluas-luasnya agar khalayak ramai dapat mengetahui dan merefleksikan kembali tentang peran seorang ibu berdasarkan makna dari cerita ini.
Kekurangan lain dari buku ini adalah cetakannya yang kurang baik. Halaman buku sangat rentan sobek dan nama penerbit yang tidak ditemukan dalam buku ini mempersulit saya dalam melakukan resensi.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, “Pena Untuk Bunda” adalah buku autobiografi yang ditulis sebagai sebuah memori Hesikius Junedin, OCD yang sangat menganggumi kehidupan Sang Ibu tercinta, Nde Lusia. Buku ini sangat direkomendasikan bagi kita yang belum memahami tentang betapa pentingnya peran seorang ibu maupun bagi kalian yang belum bersyukur dan masih bimbang atas jalan hidup yang ingin ditempuh.
Kisah sang penulis dan ibundanya dalam kesederhanaan dan iman memang tidak dilakoni oleh semua ibu dan anak di luar sana, tetapi kisah mereka menjadi bahan refleksi untuk memetik amanat akan pentingnya nilai usaha dan perjuangan seorang ibu bahwa “Kasih Seorang Ibu Adalah Mata Air Yang Keluar Dari Kedalaman Ilahi”. Karena menjadi seorang ibu adalah pekerjaan termulia di muka bumi ini.














