Oleh: Yohana Usfinit (XB)
Suasana sore di halaman gereja terasa meriah. Tenda-tenda putih berdiri, dihiasi bunga sederhana dari kebun umat. Anak-anak Sekami berlatih nyanyian, para ibu sibuk menata makanan, sementara bapak-bapak menyiapkan kursi. Semua tampak bersemangat: hari itu paroki merayakan 150 tahun Serikat Sabda Allah (SVD).
Di sakristi, Pater Markus, imam muda SVD yang baru ditahbiskan menata jubahnya dengan hati berdebar. Ia merasa kecil di tengah sejarah panjang serikat yang sudah berusia satu setengah abad. “Apa artinya langkahku yang baru ini dibandingkan 150 tahun perjalanan misionaris besar yang mendahului?” gumamnya.
Misa dimulai dengan prosesi meriah. Umat berdiri, menyanyikan lagu syukur. Pater Markus memandang wajah-wajah mereka: petani, guru, anak-anak sekolah, kaum muda dan semua yang pernah disentuh karya misi SVD.
Dalam homilinya, ia berkata dengan suara penuh getaran: “Seratus lima puluh tahun lalu, para misionaris SVD pertama meninggalkan tanah kelahiran mereka. Mereka datang ke negeri-negeri jauh, termasuk ke tanah kita, tanpa tahu apa yang menanti. Mereka hanya membawa Sabda, iman, dan hati yang siap melayani. Hari ini, kita adalah buah dari pengorbanan mereka.”
Di bangku depan, seorang nenek bernama Oma Lucia meneteskan air mata. Ia masih ingat cerita dari orang tuanya tentang para misionaris SVD yang pertama kali membangun sekolah kecil di desanya. Di sekolah itu banyak anak belajar membaca, menulis, dan mengenal Sabda Tuhan.
Sementara itu, seorang anak kecil bernama Adrian berbisik pada ibunya, “Ma, kalau besar nanti aku juga mau jadi pastor SVD.” Ibunya tersenyum, “Doakan terus, Nak. Tuhan yang akan memanggilmu.”
Misa berlanjut dengan doa syukur khusus: “Ya Allah, Bapa yang Mahabaik, terima kasih atas 150 tahun perjalanan Serikat Sabda Allah. Terima kasih atas para misionaris yang dutus untuk menyalakan terang-Mu. Biarlah kami pun menjadi saksi Sabda-Mu di tengah dunia.”
Sesudah misa, umat berkumpul di halaman. Ada drama kecil yang dimainkan kaum muda tentang perjalanan misionaris pertama. Ada tarian daerah, ada lagu syukur, dan ada doa bersama untuk masa depan.
Pater Markus duduk sejenak di samping altar, memandang umat yang penuh sukacita. Dalam hatinya ia berdoa: “Ya Tuhan, semoga aku mampu melanjutkan warisan ini. Biarpun langkahku kecil, biarlah aku berjalan dalam jejak 150 tahun yang penuh kasih ini.”
Di bawah langit senja, suara umat bergema dalam lagu syukur. Perayaan itu bukan sekadar mengenang masa lalu, melainkan menyalakan api baru: bahwa Sabda Allah tetap hidup, dan misi SVD akan terus berjalan, dari generasi ke generasi.












