Oleh: Fransiska Nitti, S.Pd., M.Si (Guru Biologi SMA Sto. Arnoldus Janssen Kupang)
Fondasi kemajuan sebuah bangsa bukan hanya terletak pada kekayaan alam semata, melainkan kekayaan intelektual dan identitasnya. Identitas terwujud dalam satu hal yan dijunjung tinggi yaitu Bahasa Indonesia. Konsep ‘Bahasa Berdaulat” bukan sekadar slogan, tetapi sebuah prasyarat mutlak agar Indonesia menjadi negara maju yang berkarakter di mata dunia.
Bahasa sebagai pemersatu bermula dari pengakuan bahwa Bahasa Indonesia adalah jiwa kita. Sejak sumpah pemuda 1928 hingga saat ini, Bahasa Indonesia memikul peran penting sebagai bahasa yang menyatukan 17.380 pulau dan lebih dari 1340 suku.
Di tengah goncangan globalisasi dalam bidang teknologi, banyak bahasa lokal terancam punah. Pergerakan teknologi secara tidak langsung menciptakan bahasa-bahasa lingua franca global. Bahasa Inggris merupakan lingua franca yang paling utama sebagai bahasa yang membuka gerbang ilmu pengetahuan.
Saat ini, banyak buku, jurnal dan inovasi ilmiah ditulis dalam bahasa Inggris. Keterampilan akan bahasa Inggris adalah keterampilan yang penting. Akan tetapi, Bahasa Indonesia harus menjadi benteng. Ketika kita bangga menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik, di sekolah bahkan di media sosial, kita sedang menegaskan kedaulatan bahasa kita.
Kedaulatan bahasa menuntut kita menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti bahwa, para ilmuan, akademisi dan kita sebagai generasi penerus bangsa, harus mampu menerjemahkan, menyerap dan menciptakan pengetahuan baru menggunakan kosakata dan tata bahasa Indonesia yang baku.
Jika kita gagal melakukan ini, pengetahuan hanya akan menjadi milik segelintir elite yang menguasai bahasa asing, dan akses terhadap informasi akan terhambat bagi mayoritas masyarakat. Dengan menguasai dan memperkaya terminologi ilmiah dalam Bahasa Indonesia, kita memastikan bahwa kemajuan teknologi dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Menjadikan Indonesia maju berarti harus mampu bersaing di kancah global. Bersaing bukan berarti menanggalkan jati diri. Kita perlu menguasai bahasa asing sebagai alat komunikasi internasional, bukan sebagai bahasa utama di negeri sendiri. Ibarat seorang panglima, bahasa Indonesia harus tetap menjadi jenderal tertinggi di rumahnya sendiri, sementara bahasa asing adalah perwira yang bertugas di medan luar.
Seorang warga Negara Indonesia sejati adalah pribadi yang mampu berdiskusi dalam bahasa Inggris, namun tetap mampu berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan kaidah-kidah bahasa Indonesia yang baku dan benar. Inilah bentuk kedaulatan, menggunakan bahasa asing dengan cerdas, dan memuliakan bahasa nasional dengan penuh martabat.
